PERKEMBANGAN EMOSI

Standar

A. Perkembangan emosi pada anak

  1. Pengertian Emosi

Emosi adalah suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan/ pikiran yang  di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang tersebut.

  1. Jenis-jenis Emosi dan Karakteristik Emosi pada Anak
Jenis-jenis Emosi Karakteristik Emosi
·         Terpesona

·         Marah/sakit

·         Terkejut

·         Kecewa

·         Takut/tegang

·         Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba

·         Terlihat lebih hebat atau kuat

·         Bersifat sementara/dangkal

·         Lebih sering terjadi

·         Dapat diketahui dengan jelas dan tingkah lakunya

 

  1. Hambatan emosi yang dialami anak
    a. Hambatan secara patologis yang disebabkan sintom klinis tertentu (kecelakaan,penyakit atau kepribadian yang kacau).
    b. Hambatan secara psikologis yang disebabkan karena tidak sesuai dengan perkembangan.
  1. Indikator Emosi
    a. Emosi sensoris
    Emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
    b. Emosi psikis:
  • Perasaan intelektual:
  1. Anak merasa yakin dan tidak yakin dalam mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
  2. Anak merasa gembira karena mendapat prestasi
  3. Anak merasa puas karena dapat menyelesaikan pekerjaan rumah (PR)
  • Perasaan sosial:
  1. Anak saling menyayangi dengan teman sebaya
  2. Anak ikut merasa sedih ketika temannya mendapat musibah
  3. Anak merasa bahwa hubungan dia dengan teman sebayanya dianggap keluarga
  • Perasaan susila:
  1. Anak memiliki rasa tanggung jawab
  2. Anak memiliki rasa bersalah apabila melanggar peraturan
  3. Anak merasa senang jika menaati peraturan

 

Sumber:

Anni, Catharina Tri, dkk. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-jumiatig2a-5475-3-babii.pdf#page=13&zoom=auto,-99,301 [Diunduh pada 5 September 2014 pukul 10.30 wib]

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195604121983011-ATANG_SETIAWAN/HAMBATAN_EMOSI_PRILAKU/HAMBATAN_EMOSI_DAN_PRILAKU.pdf [Diunduh pada 5 September 2014 pukul 10.30 wib]

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.

 

PUZZLE

Standar
PUZZLE

Jarakku dan jaraknya hanyalah satu meter. Dekat, dan benar-benar dekat. Memang begitu dekat. Tapi mulut ini tak mampu mengeluarkan sepatah katapun. Bibir ini membeku seketika. Hati ini bergetar hebat. Sungguh tak kuasa aku menahan cairan yang terkumpul dalam kantung mataku yang tampak besar. Aku serasa ingin menangis. Menangis sekencang-kencangnya. Berteriak hingga perasaan ini lepas dan aku merasa lega.

Aku tahu kini hubunganku telah usai, tapi aku benar-benar belum bisa lepas dari segala kenangan dan harapan itu. Kenangan akan bersanding di pelaminan bersama. Kenangan akan mendidik anak-anak yang lucu bersama. Kenangan akan hidup dalam surga dunia bersama. Kenangan itu, kini hanyalah kenangan. Menutup rapat-rapat mungkin akan menjadi penawarnya.

“Hah, satu bulan? Masih sama” keluhku.

Ya, satu bulan dengan ingatan yang masih sempurna. Move away? Sangat ingin. Tapi kenangan itu membuatku kembali pada masa lalu. Bukan aku terlarut dalam masa lalu, hanya saja impian dan harapan itu sering muncul seketika tanpa memiliki sikap permisif sedikitpun.

Lalu, harus menjadi apakah impian dan harapan itu? Keyakinan? Mungkinkah aku meyakini bahwa aku akan kembali dengan sang “prince” (alay dikit) yang dulu sempat kumiliki? Entahlah. Hidup ini layaknya puzzle. Kita harus mencari tempat, lingkungan, dan pasangan yang tepat agar mendapat posisi yang tepat dan menjadi posisi terbaik untuk kita. Saat kita mencari, kita tak pernah tahu mana yang paling tepat dan baik. Dan seandainya aku tak mampu meyakini? Mungkinkah aku dipertemukan dengan yang lain?

Wallahu a’lam

Aisyah S.A.

Pena Tuhan pun Berbeda

Standar
Pena Tuhan pun Berbeda

Sejak saat itu, saat dimana hati menjadi tak utuh kembali. Kalau orang galau bilang, hati ini sudah remuk berkeping-keping. Harapan yang menggunung, impian yang memancar indah dan kenangan yang harus terlupa begitu saja. Komitmen yang dulu telah terucap. Janji yang telah terpatri. Kini semuanya harus sirna begitu saja.

Menjadi single bukanlah hal yang sulit bagiku, hanya saja penyesuaian dari hubungan sebelumnya lah yang membuat aku sulit move away. Mungkin aku lah wanita yang gila akan kasih sayang dan hubungan atau bagaimana? Entahlah. Sejak terputusnya hubungan, aku hanya terus berusaha mempertahankan hubungan itu. Mungkin lelaki itu sampai berfikiran bahwa aku gila. Mungkin harga diri ku juga sempat hilang saat itu. Tapi aku tak peduli. Aku punya harapan, dan aku punya impian untuk hidup bersama nya. Menurutku, tak ada salahnya aku memperjuangkan hal itu.

“Tak bisakah kita memperbaiki hubungan ini? Tak bisakah kita coba dari awal?”

“Untuk apa?” Jawab lelaki itu dengan cuek.

“Aku belum siap jika kita harus berpisah. Aku masih punya harapan akan komitmen kita”.

“Aku masih berharap kita akan menikah dan hidup bersama” jawabku.

“Aku tak peduli siapapun jodohku nanti. Saat ini aku hanya ingin bebas”.

Ya, dia ingin bebas. Dan aku hanya bisa merenungi kesalahanku. Hingga pada satu titik, aku tak menemukan kesalahanku.

Air mataku hanya bisa menetes dari kantung mata yang semakin hari semakin membesar. Harapan, impian, dan doa itu seakan sia-sia dan tak punya arti. Semuanya akan benar-benar pupus. Aku terus berfikir keras mencari cara untuk mengembalikan semuanya. Ya, semuanya. Apapun itu, aku akan terus berjuang untuk memperbaiki semuanya.

Ku coba menemui sang lelaki, “wahai kekasih, apakah kamu yakin akan keputusanmu?”

Dengan mantapnya ia menjawab “ya, aku yakin”.

“Kenapa?”

“Aku ingin bebas. Banyak karya yang belum aku buat, banyak cita yang belum aku gapai, dan banyak harapan yang terus sirna dimakan oleh waktu. Biarkan aku lepas, biarkan aku berkarya. Aku bukanlah yang terbaik untukmu”

“Aku menyayangimu, dan aku menerimamu apa adanya. Aku pun tak pernah mengekangmu. Lalu apa yang membuatmu tidak bebas? Salahkan aku terhadapmu?” Air mataku mulai turun.

Sekian bulan aku perjuangkan hubungan ini, dan aku mendapatkan balasan yang cukup pedih dan menyayat hati seperti ini. Sungguh, bukan ini yang aku harapkan dari sebuah hubungan. Aku lah wanita yang selalu menjalin keseriusan. Akulah wanita yang selalu berusaha untuk menjaga komitmen. Tapi akulah yang mendapat balasan sesuai dengan apa yang tidak aku harapkan.

Menangis itu setiap waktu. Mungkin itu yang dirasakan oleh orang galau juga. Tapi aku tak ingin dikatakan sebagai wanita galau. Aku hanya seorang wanita yang tengah diuji oleh Tuhan.

Aku masih mencoba dan terus mencoba. Dua minggu pun berlalu, aku kembali memperjuangkan hubunganku.

“Apakah tidak ada jalan lain untuk memperbaikinya? Apakah kamu yakin?”

Dengan tegasnya lelaki itu menjawab “ya”.

“Kenapa? Padahal aku masih punya mimpi dan harapan bahwa kita akan hidup bersama”

“Tidak, aku tidak peduli siapapun jodohku nanti, entah itu kamu, ataupun wanita lain. Aku menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Aku yakin, kamu akan mendapatkan orang yang lebih baik dari pada aku. Dan aku, akan memperoleh wanita yang baik untukku. Entah itu kamu, ataupun orang lain”.

Menangis. Ya, itulah kebiasaan yang muncul setiap kali hati ini merasa lara.

Sejak penolakan dan ketegasan itu, aku mulai lemas dan tak punya daya untuk melanjutkan aktivitasku. Aku kehilangan orang terbaik yang selalu siap memberikan bahunya untukku.

Haaah.. kenangan itu.

“Read this book” suara itu muncul dengan tiba tiba dan menyodorkan kepadaku sebuah buku.

Sebuah buku karya Ahmad RIfa’i RIf’an, “Hidup Sekali, Berarti, Lalu Mati”.

“Kenapa kamu memberiku buku ini?”

“Bacalah” tersenyumlah sosok lelaki itu, lelaki yang aku harapkan menikah denganku.

Mungkin aku luluh.

Ku bacalah buku itu, lembar demi lembar telah aku selesaikan. Halaman demi halaman membuatku penasaran.

Menangis. Ya, aku menangis. Aku tak kuasa merasakan getaran ini. Getaran yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Ya, inilah getaran iman.

Buku yang tak pernah aku sangka isinya sedikitpun. Buku yang aku kira hanya buku biasa. Ternyata, buku inilah yang memberiku banyak makna akan hidup dan segala ujian yang tengah aku hadapi.

Makhluk Tuhan. Ya, akulah makhluk Tuhan. Makhluk yang harusnya tunduk dan patuh terhadapNya tanpa ragu sedikitpun. Hidupku hanyalah untukNya. Aku pun akan mati dan kembali kepada Nya.

Muslimah. Inilah aku, muslimah. Muslimah yang seharusnya mematuhi segala perintahNya tanpa ragu sedikitpun.

Getaran iman yang menguatkanku. Ya, aku bukan hidup untuk senang-senang. Hidup ini memang penjara. Agar kita mencapai kebebasan dan kebahagiaan di surga nanti.

Sadarkah aku? Tentu. Dan aku tak mampu berfikir hingga sejauh ini. Sungguh, lelaki itu sangat baik kepadaku. Kebaikannya tak akan pernah ternilai dengan apapun. Ia rela melepaskan hubungan asmara yang hanya bagian kecil dari kehidupan. Kehidupan yang akan berlangsung hanya sementara.

Itulah yang aku dapat dari buku itu.

Tuhan memang selalu baik. Ia selalu tahu apa yang terbaik bagi makhluknya. Tahukah kamu? Tuhan tak pernah tidur. Ia selalu mengawasi kita. Tapi apakah kamu selalu mengingatNya? Kita yang tak pernah mengingatnya saja masih diberikan yang terbaik. Bagaimana jika kita selalu mengingatNya?

Ya, asmara bukanlah hal besar. Itu hanyalah hal kecil yang ada dalam kehidupan setiap manusia. Asmara memang membahagiakan, tapi jika itu tidak diridhoi oleh Tuhanmu? Apakah itu akan membahagiakan?

Aku sadar, bahwa apa yang kita rencanakan bukanlah apa yang akan kita raih nanti. Apa yang kita usahakan, belum tentu apa yang akan kita petik nanti. Dan apa yang kita pikir baik untuk kita, belum tentu itu yang terbaik bagi kita.

Menyesal? Tidak. Aku tidak pernah menyesal pernah mengalami kehidupan asmara seperti itu. Karena aku tahu. Itu lah yang mampu mendewasakanku. Tuhan Maha baik. Ia selalu tahu yang terbaik untuk makhluknya. Mungkin satu kunci yang bisa selalu dipegang. “Percayalah bahwa setiap langkah yang kita jalani meskipun itu tidak menyenangkan, itulah yang terbaik untuk kita. Selalu khusnudhon atau berprasangka baik terhadap Tuhan adalah langkah yang terbaik untuk kita”.

Wahai manusia, pena kita berbeda dengan pena Allah, Tuhan semesta alam. Kita berhak menuliskan kehidupan kita dengan pena yang kita miliki. Akan tetapi, hanya pena Allah lah yang menentukan kehidupan kita yang sesungguhnya.

KOMPONEN KARAKTER

Standar

Menurut Lickona (2013:85-100), komponen-komponen karakter yang baik adalah:

  1. Moral Knowing (Pengetahuan Moral)

Moral knowing akan lebih mengisi pada ranah kognitif individu, yang memiliki aspek yaitu:

  1. Kesadaran Moral (moral awareness)

Aspek dalam kesadaran moral ini adalah pertama, menggunakan pemikirannya untuk melihat suatu situasi yang memerlukan penilaian moral. Sehingga kemudian dapat memikirkan dengan cermat tentang apa yang dimaksud dengan arah tindakan yang benar. Kedua, memahami informasi dari permasalahan yang bersangkutan. Jadi, dalam pengetahuan moral ini, harus mebngetahui fakta yang sebenarnya mengenai suat hal yang bersangkutan sebelum mengambil suatu penilaian moral.

  1. Pengetauan Nilai Moral (knowing moral values)

Nilai-nilai moral diantaranya yaitu menghargai kehidupan dan kemerdekaan, tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, penghormatan, disiplin diri, integritas, kebaikan, belas kasihan, dan dorongan atau dukungan. Jika seluruh nilai digabung, maka akan menjadi warisan moral yang diturunkan dari satu generasi, ke generasi yang berikutnya.

Mengetahui sebuah nilai berarti memahami bagaimana caranya menerapkan nilai yang bersangkutan dalam berbagai macam situasi. Pengetahuan moral ini membutuhkan “penerjemahan”, yang mana membantu setiap individu menerjemahkan nilai-nilai abstrak dari seluruh nilai yang ada ke dalam hubungan personal mereka.

  1. Penentuan Perspektif/ sudut pandang (perspective taking)

Penentuan perspektif atau penentuan sudut pandang ini merupakan kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi sebagaimana adanya, membayangkan bagaimana mereka akan berfikir, bereaksi, dan merasakan masalah yang ada.

  1. Pemikiran/logika Moral (moral reasoning)

Pemikiran moral mengikutsertakan pemahaman atas prinsip moral klasik yaitu, “hormatilah hak hakiki intrinsik setiap individu”, bertindaklah untuk mencapai kebaikan yang terbaik demi jumlah yang paling besar”, dan “bertindaklah seolah-olah Anda akan membuat semua orang lain akan melakukan hal yang sama di bawah situasi yang serupa”.

  1. Pengambilan Keputusan/ Keberanian mengambil sikap (decision making)

Aspek komponen moral knowing ini lebih kepada individu itu mampu memikirkan cara bertindak melalui permasalahan moral pada situasi tertentu.

  1. Pengtahuan Pribadi/ Pengenalan diri (self knowledge)

Pengetahuan tentang diri masing-masing sangat diperlukan dalam pendidikan karakter. Menjadi orang yang bermoral memerlukan keahlian untuk mengulas kelakuan dirinya sendiri dan mengevaluasi perilakunya masing-masing secara kritis.

 

  1. Moral Feeling (Perasaan Moral)

Komponen karakter ini merupakan komponen yang akan mengisi dan menguatkan aspek afeksi individu agar menjadi manusia yang berkarakter baik. Beberapa aspek komponen ini adalah:

  1. Hati Nurani/ kesadaran akan jati diri (conscience)

Hati nurani memiliki empat sisi yaitu sisi kognitif, mengetahui apa yang benar, dan sisi emosional, serta merasa berkewajiban untuk melakukan apa yang benar. Banyak orang tahu apa yang benar, namun merasakan sedikit kewajiban untuk berbuat sesuai dengan hal tersebut.

  1. Harga Diri (self esteem)

Berdasarkan penelitian, anak-anak dengan harga diri yang tinggi lebih tahan terhadap tekanan teman sebayanya dan lebih mampu untuk mengikuti penilaian mereka sendiri daripada anak-anak yang memiliki harga diri yang rendah (Lickona, 2013:93).

Harga diri yang tinggi tidak menjamin karakter yang baik karena lebih kepada kepemkilikan, popularitas, atau kekuasaan. Seharusnya, mampu mengembangkan harga diri berdasarkan nilai seperti tanggung jawab, kejujuran, dan kebaikan serta berdasarkan pada keyakinan kemampuan diri sendiri demi kebaikan.

  1. Empati (empathy)

Perlunya empati yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain sehingga kita mampu keluar dari zona kita. Sebagai aspek dari komponen karakter, empati harus dikembangkan secara generalisasi. Mempu melihat di luar perbedaan dan menanggapi kemanusiaan bersama.

  1. Mencintai Hal yang Baik/ Mencintai kebenaran (loving the good)

Ketika setiap individu mencintai hal-hal yang baik atau mencintai kebenaran, maka setiap individu akan melakukan hal-hal yang bermoral baik dan benar atas dasar keinginan, bukan hanya karena tugas.

  1. Kendali Diri/ Pengendalian Diri (self control)

Kendali diri atau pengendalian diri sangat diperlukan dalam pendidikan karakter. Emosi tinggi mampu membuat karakter baik menjadi buruk ketika tidak ada pengendali diri. Dengan pengendalian diri, juga dapat menahan segala hasrat dan keinginan negatif dalam diri.

  1. Kerendahan Hati (humility)

Kerendahan hati merupakan keterbukaan yang sejati terhadap kebenaran dan keinginan untuk bertindak guna memperbaiki kegagalan kita. Kerendahan hati adalah sisi afektif pengetahuan pribadi.

 

  1. Moral Acting (Tindakan Moral)

Komponen tindakan ini merupakan hasil dari kedua komponen karakter lainnya yaitu moral knowing dan moral feeling. Aspek dari komponen tindakan moral atau moral acting ini yaitu:

  1. Kompetensi (competence)

Aspek ini mampu mengubah penilaian dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif. Untuk hal ini, kita harus mampu merasakan dan melaksanakan rencana tindakan.

  1. Keinginan (will)

Keinginan berada pada inti dorongan moral. Menjadi orang yang baik memerlukan tindakan keinginan yang baik, suatu penggerakkan energy moral untuk melakukan apa yang kita pikir harus dilakukan.

  1. Kebiasaan (habit)

Kebiasaan yang baik melalui pengalaman yang diulangi dalam apa yang dilakukan itu membantu, ramah, dan adil dapat menjadi kebiasaan baik yang akan bermanfaat bagi dirinya ketika menghadapi situasi yang berat.

 

Melalui ketiga komponen di atas dengan aspek komponennya masing-masing yang saling bekerjasama untuk saling mendukung dapat menciptakan karakter yang baik.

 

Sumber:

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter. Bandung: Alfabeta.

Lickona, Thomas. 2013. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Jakarta: Bumi Aksara.

PEMBENTUKAN KARAKTER (SANTUN DAN HORMAT PADA ORANG LAIN) MELALUI PENGKONDISIAN DAN KETELADANAN

Standar

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Konsep Dasar Karakter Kesopanan
  2. Pengertian Kesopanan

Menurut Muhajir, (2010:1) kesopanan adalah kesopanan lembut dan sikap sopan, pada abad pertengahan di Eropa, perilaku yang diharapkan dari bangsawan itu di dusun   dalam buku-buku santun. Terbesar diantaranya ialah Cortegiano yang tidak hanya meliputi etiket dasar dan sopan santun tetapi juga memberikan model percakapan canggih dan keterampilan intelektual.

Pengertian dari sopan-santun dalam Wikipedia dijelaskan bahwa sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Contoh-contoh norma kesopanan ialah:

  1. Menghormati orang yang lebih tua.
  2. Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.
  3. Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.
  4. Tidak meludah di sembarang tempat.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sopan_santun)

 

  1. Macam-macam Kesopanan
  2. Kesopanan Berbahasa

Santun bahasa menunjukan bagaimana seseorang melakukan interaksi sosial dalam kehidupannya secara lisan. Setiap orang harus menjaga santun bahasa agar komunikasi dan interaksi dapat berjalan baik. Bahasa yang dipergunakan dalam sebuah komunikasi sangat menetukan keberhasilam pembicaraan (Kuraesin, 1975: 6)

  1. Sopan santun Berperilaku

Santun adalah satu kata sederhana yang memiliki arti banyak dan dalam, berisi nilai-nilai positif yang dicerminkan dalam perilaku dan perbuatan positif. Perilaku positif lebih dikenal dengan santun   yang dapat diimplementasikan pada cara berbicara, cara berpakaian, cara memperlakukan orang lain, cara mengekspresikan diri dimanapun dan kapan pun. Santun yang tercermin dalaman perilaku bangsa Indonesia ini tidak tumbuh dengan sendirinya namung juga merupakan suatu proses yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa yang luhur. Chazawi (2007: 12).

 

  1. Norma Kesopanan

Ada berbagai macam jenis norma-norma sosial, yang tak selamnya dapat mudah dibedakan satu sama lain. Oleh karena itulah usaha-usaha mengadakan klasifikasi yang sistematis amatlah sukar. Satu di antara usaha-usaha ini mencoba membedakan norma-norma sosial disokong oleh sanksi-sanksi yang tidak seberapa berat serta tak mengancamkan ancaman-ancaman fisik, sedangkan satu golongan lagi berlaku dengan sokongan-sokongan sanksi-sanksi yang berat serta disertai dengan ancaman-ancaman fisik (Narwoko dan Bagong: 2004).

 

  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi lunturnya nilai-nilai kesopanan

Menurut Mahfudz (2010:03), berpendapat bahwa kurangnya sopan santun pada anak disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

  1. Anak-anak tidak mengerti aturan yang ada, atau ekspektasi yang diharapkan dari dirinya jauh melebihi apa yang dapat mereka cerna pada tingkatan pertumbuhan mereka saat itu
  2. Anak-anak ingin melakukan hal-hal yang diinginkan dan kebebasannya
  3. Anak-anak meniru perbuatan orang tua
  4. Adanya perbedaan perlakuan disekolah dan dirumah
  5. Kurangnya pembiasaan sopan santun yang sudah diajarkan oleh orang tua sejak dini

 

  1. Penghormatan terhadap Orang Lain

Penghormatan orang lain, mengharuskan kita untuk memperlakukan orang bahkan orang-orang yang kita benci sebagai manusia yang memiliki nilai tinggi dan memiliki hak yang sama dengan kita sebagai individu. Berdasarakan penghormatan yang kompleksnya jaringan kehidupan ini maka tindakan kasar yang dilakukan terhadap hewan pun menjadi sesuatu yang dilarang sehingga kita diharuskan untuk berlaku baik dengan cara melindungi alam lingkungan ketika kita hidup dari rapuhnya ekosistem dan segala kehidupan ini bergantung di dalamnya.

Bentuk lain dari rasa hormat dapat terlihat dari hal-hal berikut. Rasa hormat terhadap suatu kewenangan muncul dari pemahaman bahwa gambaran dari legitimasi wewenang merupakan pengalihan bentuk kepada orang lain. Tanpa adanya orang yang berwenang, kita tidak mungkin menjalani kehidupan keluarga, sekolah, maupun negara. Ketika orang-oran tidak lagi menghargai suatu kewenangan berlaku, maka kehidupan ini akan berjalan dengan tidak baik dan akan muncul banyak orang yang dirugikan.

“Kesopanan Umum” juga merupakan bentuk lain dari penghormatan terhadapa orang lain. Bentuk kesopanan umum ini dapat dilakukan dengan mengajarkan kepada anak-anak sikap untuk mengucapkan maaf, meminta ijin atau permisi, serta mengatakan terimakasih. Dan anak-anak diajarkan sikap-sikap tersebut bukan dengan cara kaku, tetapi dengan cara yang membuat mereka paham akan nilai-nilai dalam menghormati orang lain.

Pada akhirnya, keadilan sebagai nilai dari rasa hormat dilibatkan dalam interaksi kehidupan sekecil apapun. Hal tersebut juga menjadi dasar terhadap prinsip-prinsip utama dari sebuah demokrasi dan bentuk penghormatan bagi orang lain yang memberian kepada masyarakat untuk membuat konstitusi yang mengharuskan pemerintah untuk melindungi bukan mengganggu, hak-hak warga negara yang telah diatur ebelumnya.

Misi moral pertama dari sekolah-sekolah yang ada adalah untuk mengajrakan nilai-nilai dasar penghormatan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

  1. Strategi/ Pembentukan Karakter Terpuji (Santun atau Menghormati Orang Lain) Melalui Pengkondisian

Pembentkan karakter sopan santun (menghormati orang lain) melalui keteladanan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Diantaranya (Lickona, 2013):

  1. Menciptakan Komunitas yang Bermoral

Menciptakan komunitas yang bermoral dengan mengajarkan siswa untuk saling menghormati, menguatkan, dan peduli. Dengan ini, rasa empati siswa akan terbentuk.

  1. Disiplin Moral

Disiplin moral menjadi alasan pengembangan siswa untuk berperilaku dengan penuh rasa tanggung jawab di segala sitasi, tidak hanya ketika mereka di bawah pengendalian atau pengawasan guru atau orang dewasa saja. Disiplin moral menjadi alasan pengembangan siswa untuk menghormati aturan, menghargai sesame, dan otoritas pengesahan atau pengakuan guru.

  1. Menciptakan Lingkungan Kelas yang Demokratis: Bentuk Perteman Kelas

Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis dapat dilakkan dengan membentuk pertemuan kelas guna membentuk karakter terpuji santun atau menghoramti orang lain. Menurut Lickona (2013:212), tjuan perkembangan karakter dari pertemuan kelas yaitu:

1) mengembangkan siswa melalui kebiasaan tatap muka untuk mencapai kemampuan siswa yang mampu mendengarkan, menghargai, dan menghormati pendapat orang lain.

2) menyediakan sebuah forum untuk bertukar pikiran sehingga akan mncul rasa kepercayaan diri masing-masing individu.

3) membantu perkembangan ketiga bagian karakter, kebiasaan moral, perasaan, dengan melakukan latihan setiap hari dalam kehidupan di kelas.

4) menciptakan komunitas moral sebagai sebah struktur dukungan untuk memelihara wilayah sebuah kualitas karakter yang baik bahwa sejatinya para siswa itu berkembang.

5) mengembangkan sikap dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengambil peranan dalam kelompok pengambil keputusan secara demokratik.

  1. Mengajarkan Nilai Melalui Kurikulum

Kurikulum berbasis nilai moral akan membantu membentuk atau mengkondisikan siswa dalam membentuk karakter terpuji. Dan salah satunya adalah karakter santun. Dari kurikulum berbasis nilai moral ini bergerak dan menuju pusat dari proses belajar-mengajar.

  1. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan dan membentuk karakter terpuji santun atau menghargai orang lain karena pembelajaran kooperatif memiliki banyak keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut diantaranya, proses belajar kooperatif dapat mengajarkan nilai-nilai kerja sama, membangun komunitas di dalam kelas, keterampilan dasar kehidupan, memperbaiki pencapaian akademik, rasa percaya diri, dan penyikapan terhadap sekolah, dapat menawarkan alternative dalam pencatatan, dan yang terakhir yaitu memiliki potensi untuk mengontrol efek negatif.

  1. Meningkatkan Tingkat Diskusi Moral

Melalui diskusi moral, siswa mampu bertukar pendapat dengan siswa lain. Hasilnya, mampu membat siswa tersebt saling menghargai pendapat-pendapat yang memang berbeda dengan pendapatnya. Diskusi moral ini lebih kebanyakan bertujuan untuk menyamakan pendapat antara pendapat yang satu dengan lainnya.

 

  1. Strategi/ Pembentukan Karakter Terpuji (Santun atau Menghormati Orang Lain) Melalui Keteladanan.

Pembudayaan merupakan suatu proses pembiasaan. Pembudayaan opan antun dapat dimaksudkan ebagai upaya pembiasaan ikap opan antun agar menjadi bagian dari pola hidup eeorang yang dapat dicerminkan melalui ikap dan perilaku kesehariannya. Opan antun ebagai perilaku dapat dicapai oleh anak melalui berbagai cara. Proses ini dapat dilakukan di rumah maupun di sekolah.

Pembudayaan sopan antun di rumah dapat dilakukan melalui peran orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

a)      Orang tua memberikan contoh-contoh penerapan perilaku sopan santun di depan anak. Contoh merupakan alat pendidikan yang sekaligus dapat memberikan pengetahuan pada anak tentang makna dan implementasi dari sikap sopan santun itu sendiri. Menurut  pendapat  Dyah  Kusuma  (2009)  seperti  yang  dimuat dalam  http://indteacher.wordpress.com/2009/05/06/

“pembentukan perilaku sopan santun sangat dipengaruhi lingkungan. Anak pasti menyontoh perilaku orang tua sehari-hari. Tak salahlah kalau ada yang menyebutkan bahwa ayah/ibu merupakan model yang tepat bagi anak. Di sisi lain, anak dianggap sebagai sosok peniru yang ulung. Lantaran itu, orang tua sebaiknya selalu menunjukkan sikap sopan santun. Dengan begitu, anak pun secara otomatis akan mengadopsi tata- krama tersebut.”

Contoh merupakan sarana yang paling ampuh dalam menanamkan sikap sopan santun pada anak, dengan contoh anak dapat secaralangung melihat model dan sekaligus dapat meniru dan mengetahui implementasinya. Orang tua dapat menanamkan makna dari sikap sopan ini akan lebih mudah.

b)      Menanamkan sikap sopan santun melalui pembiasaan. Anak dibiasakan bersikap sopan dalam kehidupan sehari hari baik dalam bergaul dalam satu keluarga maupun dengan lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh Dyah Kusuma (2009) dalam   http://indteacher.wordpress.com/2009/05/06/ yaitu:

“Kelak, anak yang dibiasakan dari kecil untuk bersikap sopan santun akan lebih mudah bersosialisasi. Dia akan mudah memahami aturan-aturan yang ada di masyarakat dan mau mematuhi aturan umum tersebut. Anak pun relatif mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, supel, selalu menghargai orang lain, penuh percaya diri, dan memiliki kehidupan sosial yang baik. Pen-dek kata, dia tumbuh menjadi sosok yang beradab.”

c)      Menanamkan sikap sopan santun sejak anak masih kecil, anak yang sejak kecil dibiasakan bersikap sopan akan berkembang menjadi anak yang berperilaku sopan santun dalam bergaul dengan siapa saja dan selalu dpat menempatkan dirinya dalam suasana apapun. Sehingga sikap ini dapat diajadikan bekal awal dalam membina karakter anak.

 

Pembudayaan sikap sopan santun di sekolah dapat dilakukan melalui program yang dibuat oleh sekolah untuk mendesain skenario pembiasaan sikap sopan santun. Sekolah dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a)      Peran sekolah dalam membiasakan sikap sopan santun dapat dilakukan dengan memberikan contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan oleh guru. Siswa sebagai pembelajar dapat menggunakan guru sebagai model. Dengan contoh atau model dari guru ini siswa dengan mudah dapat meniru sehingga guru dapat dengan mudah menananmkan sikap sopan santun.

b)      Guru dapat sekalu mengitegrasikan perilakuk sopan santun ini dalam setiap mata pelajaran, sehingga tanggungjawab perkembanagn anak didik tidak hanya menjadi beban guru agama, pendidikan moral pancasila, dan guru BP.

c)    Guru agama, guru pendidikan moral pancasila dan guru BP dapat melakukan pembiasaan yang dikaitkan dalam penilaian secara afektif. Penilaian pencapain kompetensi dalam 3 mata pelajaran ini hendaknya difokuskan pada pencapain kompetensi afektif. Kompetensi kognitif hanya sebagai pendukung mengusaan secara afektif.

DAFTAR PUSTAKA

Lickona, Thomas. 2013. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Jakarta: Bumi Aksara.

Meningkatkan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence) dalam Belajar

Standar
  1. Pengertian Kecerdasan Emosi

Menurut Goleman (1999:411), emosi merupakan suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Sejumlah teoritikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar, beberapa anggota golongan tersebut adalah:

  • Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan yang paling hebat adalah tindakan kekerasan dan kebencian patologis.
  • Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
  • Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut; sebagai patologi, fobia dan panic.
  • Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya, mania.
  • Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
  • Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana
  • Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
  • Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Menurut Manullang dan Milfayetty (2005), Cerdas emosi adalah kemampuan memahami emosi diri sendiri dan memahami emosi orang lain (empati). Karakter cerdas secara emosional ialah kecepatan dan ketepatan seseorang memahami emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Sifat-sifat yang ditunjukkannya ialah kemampuan mengelola suasana hati dan kemampuan membangun hubungan sinergis dengan orang lain. Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (Goleman, 1999).

  1. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman dalam Citra, ciri-ciri kecerdasan emosional ada 5 yaitu:

  1. 1.      Kesadaran diri

Menurut Goleman Kesadaran diri yaitu mengetahui apa yang ia rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri, dan kepercayaan diri yang kuat (Mts Ma’arif Manggung dikutip dari Citra).

Menurut Goleman dalam Citra ciri-ciri orang yang mampu mengukur diri secara  akurat adalah:

1)      Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.

2)      Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman.

3)      Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima perspektif  baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri sendiri.

4)      Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan perspektif yang luas dengan pandai menangani kesedihan.

  1. 2.      Pengaturan diri

Menurut Goleman dalam bukunya Kecerdasan Emosional yang dikutip oleh Citra, pengaturan diri adalah pengelolaan impuls dan perasaan yang menekan. Dalam kata Yunani kuno, kemampuan ini disebut sophrosyne, “hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan, keseimbangan, dan kebijaksanaan yang terkendali” sebagaimana yang diterjemahkan oleh Page Dubois, seorang pakar bahasa Yunani.

Menurut Goleman, lima kemampuan pengaturan diri yang umumnya dimiliki oleh star performer adalah:

1)      Pengendalian Diri

Pengendalian diri adalah mengelola dan menjaga agar emosi dan impuls yang merusak tetap terkendali. Orang-orang yang memiliki  kecakapan pengendalian diri ini adalah sebagai berikut :

a)      Mengelola dengan baik perasaan-perasaan  impulsif dan emosi-emosi yang menekan.

b)      Tetap teguh, berpikir positif, dan tidak goyah bahkan dalam situasi yang paling berat.

c)      Berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendali dalam tekanan (Goleman, 2002:130-131).

2)      Dapat dipercaya dan kehati-hatian yaitu memelihara norma kejujuran dan integritas. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan orang.

b)      Membangun kepercayaan lewat keandalan diri dan otentisitas.

c)      Mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan tidak etis orang lain.

d)     Berpegang kepada prinsip secara teguh bahkan bila akibatnya adalah menjadi tidak disukai.

3)      Kehati-hatian, yaitu dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Memenuhi komitmen dan mematuhi janji.

b)      Bertanggung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan mereka.

c)      Terorganisasi dan cermat dalam bekerja.

4)      Adaptabilitas

Adaptabilitas yaitu keluwesan dalam menanggapi perubahan dan tantangan. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Terampil menangani beragamnya kebutuhan, bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan.

b)      Siap mengubah tanggapan dan taktik  untuk menyesuaikan diri dengan keadaan.

c)      Luwes dalam memandang situasi.

Orang yang  kemampuannya kurang dalam menyesuaikan diri akan dihantui ketakutan, kecemasan, ketidaknyamanan yang mendalam akibat perubahan. Kecakapan lain yang mendukung adaptabilitas adalah  rasa percaya diri, khususnya kepastian yang  memungkinkan seseorang dengan cepat  mengatur tanggapan yang sesuai, dan melepaskan apa saja tanpa pertimbangan terlalu banyak.

5)      Inovasi yaitu bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan dan pendekatan-pendekatan baru, serta informasi terkini. Orang dengan kecakapan ini :

a)      Selalu mencari gagasan baru dari berbagai sumber.

b)      Mendahulukan solusi-solusi yang orisinal pemecahan masalah.

c)      Menciptakan gagasan-gagasan baru.

d)     Berani mengubah wawasan dan mengambil resiko akibat pemikiran baru mereka (Goleman, 2002:151).

  1. 3.      Motivasi diri

Menurut Goleman  yang dikutip oleh Citra, motivasi yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun  menuju sasaran, membantu untuk mengambil inisiatif untuk bertindak secara efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan atau frustasi.

Pada dasarnya ada empat kemampuan motivasi yang harus dimiliki yaitu:

1)      Dorongan prestasi yaitu dorongan untuk meningkatkan atau memenuhi standar keunggulan. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Berorientasi pada hasil, dengan semangat juang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar.

b)      Menciptakan sasaran yang menantang dan berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan.

c)      Mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik.

d)     Terus belajar untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik.

2)      Komitmen, yaitu menyelaraskan diri dengan sasaran kelompok atau lembaga. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Siap berkorban demi sasaran lembaga yang lebih penting.

b)      Merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar.

c)      Menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan.

d)     Aktif mencari peluang guna memenuhi misi kelompok

3)      Inisiatif (initiative), yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Siap memanfaatkan peluang.

b)      Mengejar sasaran lebih dari yang dipersyaratkan atau diharapkan dari mereka.

c)      Berani melanggar batas-batas dan aturan-aturan yang tidak prinsip bila perlu, agar tugas dapat dilaksanakan.

d)     Mengajak orang lain melakukan sesuatu yang tidak lazim dan bernuansa petualangan.

4)      Optimisme, yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Tekun dalam mengejar sasaran kendati banyak halangan dan kegagalan.

b)      Bekerja dengan harapan untuk sukses bukannya takut gagal.

c)      Memandang kegagalan atau kemunduran sebagai situasi yang dapat dikendalikan  ketimbang sebagai kekurangan pribadi.

  1. 4.      Empati diri

Menurut Goleman ada lima kemampuan empati, yaitu :

5)      Memahami orang lain, yaitu mengindera perasaan-perasaan orang lain, serta mewujudkan minat-minat aktif terhadap kepentingan-kepentingan mereka. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Memperhatikan isyarat-isyarat emosi dan mendengarkannya dengan baik.

b)      Menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang lain.

c)      Membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.

6)      Mengembangkan orang lain yaitu, mengindera kebutuhan orang lain untuk berkembang dan meningkatkan kemampuan mereka. Orang lain dengan kecakapan ini:

a)      Mengakui dan menghargai kekuatan, keberhasilan dan perkembangan orang lain.

b)      Menawarkan umpan balik yang bermanfaat dan mengidentifikasi kebutuhan orang lain untuk berkembang.

c)      Menjadi mentor, memberikan pelatihan pada waktu yang tepat, dan penugasan-penugasan yang menantang serta memaksa dikerahkannya keterampilan seseorang.

7)      Orientasi pelayanan yaitu mengantisipasi, mengakui, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelanggan. Orang yang memiliki kecakapan ini:

a)      Memenuhi kebutuhan pelanggan dan menyesuaikan semua itu dengan pelayanan atau produksi yang tersedia.

b)      Dengan senang hati menawarkan bantuan yang sesuai.

c)      Mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan.

d)     Menghayati perspektif pelanggan, bertindak sebagai penasehat yang dipercaya.

8)      Memanfaatkan keragaman yaitu menumbuhkan kesempatan (peluang) melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Hormat dan mau dengan orang-orang dari berbagai macam latar belakang.

b)      Memahami beragamnya pandangan dan peka terhadap perbedaan antar kelompok.

c)      Memandang keberagaman sebagai peluang menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama maju kendati berbeda-beda.

d)     Berani menentang sikap membeda-bedakan dan intoleransi.

9)      Kesadaran politik yaitu mampu membaca kecenderungan sosial dan politik yang sedang berkembang. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Membaca dengan cermat hubungan kekuasaan yang paling tinggi

b)      Mengenal dengan baik semua jaringan sosial yang penting.

c)      Memahami kekuatan-kekuatan yang membentuk pandangan-pandangan serta tindakan-tindakan klien, pelanggan, atau pesaing.

d)     Membaca dengan cermat realitas lembaga maupun realitas di luar.

  1. 5.      Keterampilan sosial

Keterampilan sosial (social skills), adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan untuk bekerjasama dalam tim.

Secara lebih luas, Goleman menjelaskan bahwa keterampilan sosial, yang makna intinya adalah seni menangani emosi orang lain, merupakan dasar bagi beberapa kecakapan :

1)      Pengaruh yaitu terampil menggunakan perangkat persuasi secara efektif. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Terampil dalam persuasi.

b)      Menyesuaikan prestasi untuk menarik hati pendengar.

c)      Menggunakan strategi yang rumit seperti memberi pengaruh tidak langsung untuk membangun konsensus dan dukungan.

d)     Memadukan dan menyelaraskan peristiwa-peristiwa dramatis agar menghasilkan sesuatu yang efektif.

2)      Komunikasi, yaitu mendengarkan serta terbuka dan mengirimkan pesan serta meyakinkan. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Efektif dalam memberi dan menerima, menyertakan isyarat emosi dalam pesan-pesan.

b)      Menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda.

c)      Mendengarkan dengan baik, berusaha untuk saling memahami, dan bersedia berbagi informasi secara utuh.

d)     Menggalakkan komunikasi terbuka dan tetap bersedia menerima kabar buruk sebagai kabar baik.

3)      Manajemen konflik, yaitu merundingkan dan menyelesaikan ketidaksepakatan. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Menangani orang-orang sulit dan situasi tegang dengan diplomasi dan taktik.

b)      Mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi menjadi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan membantu mendinginkan situasi.

c)      Menganjurkan debat dan diskusi secara terbuka.

d)     Mengantar ke solusi menang-menang.

4)      Kepemimpinan, yaitu mengilhami dan membimbing individu atau kelompok. Orang dengan kecakapan:

a)      Mengartikulasikan (kata-kata jelas) dan membangkitkan semangat untuk meraih visi serta misi bersama.

b)      Melangkah di depan untuk memimpin bila diperlukan, tidak peduli sedang di mana.

c)      Memadu kinerja orang lain namun tetap memberikan tanggung jawab kepada mereka.

d)     Memimpin kuat teladan.

5)      Katalisator perubahan, yaitu mengawali atau mengelola perubahan. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Menyadari perlunya perubahan dan dihilangkannya hambatan.

b)      Menantang status quo untuk mengatakan perlunya perubahan.

c)      Menjadi pelopor perubahan dan mengajak orang lain ke dalam perjuangan itu.

d)     Membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang lain.

6)      Membangun hubungan, yaitu menumbuhkan hubungan yang bermanfaat. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Menumbuhkan dan memelihara jaringan tidak formal yang meluas.

b)      Mencari hubungan-hubungan yang saling menguntungkan.

c)      Membangun dan memelihara persahabatan pribadi di antara sesama mitra kerja.

7)      Kolaborasi dan kooperasi, yaitu kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama.

a)      Menyeimbangkan pemusatan perhatian kepada tugas dengan perhatian kepada hubungan.

b)      Kolaborasi berbagai rencana, informasi, dan sumber daya.

c)      Mempromosikan iklim kerja sama yang bersahabat.

d)     Mendeteksi dan menumbuhkan peluang-peluang untuk kolaborasi.

8)      Kemampuan tim, yaitu menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama. Orang dengan kecakapan ini:

a)      Menjadi teladan dalam kualitas tim seperti memberikan perhatian, kesediaan membantu orang lain, dan kooperasi.

b)      Mendorong setiap anggota tim berpartisipasi secara aktif dan penuh antusiasme.

c)      Membangun identitas tim, semangat kebersamaan dan komitmen.

  1. Indikator Keterampilan EI

Indikator keterampilan kecerdasan emosi (EI) diantaranya:

Mengenali emosi diri

Kesadaran diri dan mengenali perasaan sewaktu-waktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu-ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan kita berada untuk mencermati perasaan kita, membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.

Mengenali emosi diri (Kesadaran diri emosional) dapat berpengaruh terhadap diri pribadi. Diantaranya:

  • Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri.
  • Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul
  • Mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan

Mengelola emosi

Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.

Keterampilan mengelola emosi dapat berpengaruh terhadap diri pribadi yaitu:

  • Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah
  • Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di rang kelas
  • Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat, tanpa berkelahi
  • Berkurangnya larangan masuk sementara dan skorsing
  • Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri
  • Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah, dan keluarga
  • Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa
  • Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan

Memotivasi diri sendiri

Kendali diri emosional, menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati merupakan landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Serta, mampu menyesuaikan diri dalam “flow” (mengalir) memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang data memotivasi diri sendiri cenderung lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

Memanfaatkan emosi secara produktif dapat menciptakan individu yang:

  • Lebih bertanggung jawab
  • Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian
  • Kurang impulsif, lebih menguasai diri
  • Nilai pada tes-tes prestasi meningkat

Mengenali emosi orang lain

Mengenali emosi orang lain, dapat juga dikatakan dengan istilah “empati”. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.

Dengan empati, individu dapat:

  • Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain
  • Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain
  • Lebih baik dalam mendengarkan orang lain

Membina hubungan

Membina hubungan merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi. Mereka akan sukses di bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain. Karena mereka adalah bintang-bintang pergaulan.

Membina hubungan dapat:

  • Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami hubungan
  • Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan persengketaan
  • Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan
  • Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi
  • Lebih popular dan mudah bergaul; bersahabat dan terlibat dengan teman sebaya
  • Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa
  • Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok
  • Lebih suka berbagi rasa, bekerjasama,  dan suka menolong
  • Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain.

Keterampilan emosional memperbaiki nilai prestasi akademis dan kinerja sekolah anak. Di masa-masa begiti banyak anak yang tak mampu menangani kemurungan mereka, untuk mendengarkan atau memusatkan perhatian, untuk mengendalikan dorongan hati, untuk merasa bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka, atau menaru perhatian pada pelajaran, apa saja yang bisa mendukung keterampilan ini akan membantu pendidikan mereka.

  1. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosi dalam Belajar

Pola pikir integralistik atau asosiatif berbasis EI; kemampuan menyadari diri sendiri dan memotivasi diri sendiri, empati, sadar dan peduli terhadap orang lain, keberanian menentukan sikap, artistik, dan terampil berkomunikasi.

Orang-orang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik (EI) akan dapat mengendalikan dirinya ketika ada rasa amarah langkah-langkah yang diambilnya adalah: mengambil nafas dalam-dalam kemudian menghitung sampai sepuluh. Selanjutnya mempertimbangkan segala pilihan yang mungkin. Kemudian menetapkan pilihan yang paling tepat dan paling baik.

Esensi pendidikan EI adalah menumbuhkan taste for learning to be (kesadaran belajar untuk membangun peta mental diri yang baik dan jujur). Emosi diibaratkan sebagai bahan bakar mobil. Jika bahan bakar bagus digunakan untuk mobil yang bagus, dapat dipastikan mobil akan berfungsi dengan prima. Namun bahan bakar yang sudah tercampur dengan air digunakan untuk mobil yang bagus, dapat dipastikan bahwa tidak akan lama mobilnya akan mogok.

Begitu pula dengan penerapan kecerdasan emosional dalam belajar. Kita harus senantiasa menyadari emosi, mengelola emosi, memanfaatkan emosi (memotivasi diri), berempati, dan membina hubungan dengan orang lain. kelima hal tersebut akan membuat kita sukses dalam belajar. Tujuan pembelajaran yang ingin kita capai dapat terwujud. Ketika kita sudah mulai merasa ada emosi yang mengganggu konsentrasi belajar, mualailah untuk mencoba memahami, mengelola, dan mengalihkan emosi tersebut sehingga kita dapat berkonsentrasi dan memotivsai diri kita masing-masing untuk tetap belajar dan membuat belajar kita menjadi sukses.

Sumber:

Citra, Nurmalita. (2013). Kecerdasan Emosi dari Pandangan Daniel Goleman. Diunduh pada 9 Oktober 2013 pukul 10.58 dari (http://aricitraworld.blogspot.com/2013/05/kecerdasan-emosi-dari-pandangan-daniel.html)

Goleman, Daniel. 1999. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Manullang dan Milfayetty. 2005. Perspektif Ilmu Pendidikan Membentuk Kepribadian Esensi Pendidikan IQ-EQ-SQ. Medan: Yayasan Refleksi Pendidikan.

KETERAMPILAN DASAR KONSELING

Standar

Keterampilan dasar konseling merupakan keterampilan – keterampilan dasar (basic) yang harus dimiliki oleh konselor dalam menjalankan proses konseling. Dengan konselor memiliki keterampilan-keterampilan ini, konseli/ klien akan merasa diperhatikan dan nyaman dalam melakukan konseling dengan konselor tersebut. Macam-macam keterampilan dasar konseling beserta contoh aplikasinya ini bisa di download di sini.

GADGET?? BAIK GAK SIH??

Standar

Era global sangat berdampak bagi kehidupan sosial manusia. Kini marak alat-alat elektronik dan perangkat TIK yang canggih beredar dan digunakan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, maupun orang tua. Perangkat TIK ini sering disebut sebagai gadget (handphone, laptop, tablet, mp3, dan lain-lain). Penggunaan gadget kini tidak hanya pada kalangan atas dan para pejabat maupun orang dewasa saja. Namun, kini telah banyak siswa SD bahkan TK pun sudah mengenal gadget dan cara penggunaannya. Secara perkembangan teknologi ini memang bagus karena mempermudah segala kegiatan sehari-hari indivdu. Akan tetapi, secara sosial gadget memiliki banyak sisi negatifnya jika digunakan oleh anak-anak, terlebih lagi siswa. Di bawah ini akan diuraikan beberapa kelebihan dan kekurangan dari penggunaan gadget oleh siswa (SD, SMP, SMA).

Siswa SD yang memiliki interval usia 6-12 tahun (kelas 1-6) kini telah banyak yang menggunakan gadget minimal HP (handphone). Sisi positif yang dapat diambil adalah mereka dapat lebih menguasai IPTEK sebagai bekal untuk masa depan dan dapat mengembangkan kemajuan di bidang IPTEK. Selain itu, juga akan mempermudah siswa dalam berkomunikasi dengan keluarga jika ia harus bersekolah jauh dari rumah dan setiap pulang sekolah harus menghubungi orang tua nya untuk meminta dijemput. Meskipun begitu, setiap hal pasti memiliki sisi positif dan negatifnya. Begitu pula dengan gadget yang digunakan oleh siswa SD ini. Sisi negatifnya adalah dapat mengurangi minat dan motivasi belajar siswa karena siswa merasa keasyikan bermain gadget, siswa akan menjadi individualistis dan egois karena setiap hari hanya berinteraksi dengan gadget tanpa merasa butuh teman atau orang lain dalam hubungan sosial yang harusnya mereka jalin. Parahnya, dengan gadget mereka dapat mengakses berbagai situs di internet. Baik itu situs yang legal maupun yang illegal. Hal ini sangat berbahaya jika tidak dicegah. Masa anak-anak adalah masa-masa ‘ingin tahu’nya yang besar. Jadi, rasa ingin tahunya yang cukup tinggi akan membuat siswa mencoba-coba dan terus mencoba untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam benaknya. Semisal siswa sekali saja membuka situs ‘porno’, meskipun itu tidak sengaja pasti ia akan merasa penasaran dan mencoba untuk membukanya lagi. Hal ini ditakutan jika terus berlanjut, siswa justru akan terjerumus dan melakukan hal-hal yang tidak terpuji tersebut. Tindakan ini tidak hanya merugikan sang anak, tapi juga bangsa dan negara karena rusaknya moral warganya. Jadi, memang tidak ada salahnya memberikan fasilitas berbagai macam gadget kepada anak yang masih duduk di bangku SD asalkan kita mampu menjaga dan terus mengawasi perkembangannya dan penggunaan gadget nya agar tidak disalahgunakan dan tidak dapat menjerumuskan siswa ke arah yang kurang baik dan tidak diinginkan.

Masuk ke usia perkembangan yang lebih tinggi yaitu SMP (12-14 tahun). Makin banyak lagi siswa SMP yang menggunakan gadget dalam kesehariannya. Mereka memang telah berkembang, namun secara psikologis perkembangan mereka makin rentan akan pengaruh lingkungan. Masa-masa ini adalah masa pencarian jati diri dan rasa ingin tahu yang sangat besar. Gadget yang mereka gunakan setiap hari dapat membantu proses belajar mereka di sekolah untuk browsing tugas, mencari referensi, dan lain-lain. Semakin banyak teman di SMP pun menjadi alasan siswa SMP menggunakan gadget untuk berkomunikasi dengan teman.  Seluruh sisi positifnya memang ada, namun kembali lagi masih ada banyak sisi negatif yang muncul dari penggunaan gadget pada siswa SMP. Seperti hal nya yang telah dijelaskan di atas mengenai sisi negatif penggunaan gadget pada siswa SD, siswa SMP pun hampir sama. Gadget dapat mengganggu dan mengurangi motivasi dan semangat belajarnya. Dan yang paling parah adalah situs-situs yang tidak dapat dipertanggungjawabkan yang mempengaruhi siswa SMP. Hal ini terbukti dari maraknya kasus mengenai siswi SMP yang sudah tidak ‘perawan’ lagi.

Pada siswa SMA, sisi negatif gadget sudah semakin berkurang sedikit demi sedikit. Mengapa? karena siswa SMA sudah semakin berkembang secara psikologis dan emosinya meskipun belum stabil (labil). Sisi negatifnya pun sama dengan yang telah dijelaskan di atas (penggunaan gadget pada siswa SD dan SMP). Meskipun siswa SMA sudah semakin berkembang secara psikologis dan emosinya, jika mereka tidak didampingi dan tidak diperhatikan maka ada kemungkinan akan tetap terjerumus kedalam hal-hal yang tidak dinginkan/ dampak negatifnya.

Semua gadget baik dari handphone, laptop, tablet, mp3, dan lain-lain memiliki banyak manfaat dan sisi positifnya jika dalam penggunaannya digunakan secara baik dan benar serta bijak. Jika seluruh perangkat TIK tersebut digunakan secara asal-asalan tanpa memperhatikan sisi negatifnya, bisa saja penggunanya dapat memperoleh kerugian tersendiri baik secara moril maupun materiil.

Syafrina Maula